GEJOLAK AMNESIA HAM
Ahmad Khoerul Mizan*
*penulis
adalah alumni Jurusan Sejarah dan kebudayaan Islam UIN Jakarta tahun 2015
Secara kebutulan, ketika saya berada di Pasar Minggu, Jakarta
Selatan, saya dikejutkan oleh suara gemuruh yang berasal dari kerumunan warga.
Dengan jelas, saya dapat menyaksikan dimana puluhan warga secara membabi buta
menghakimi seorang pencuri yang berhasil
mereka tangkap. Meskipun si pencuri sudah tidak berdaya, bak sekawanan singa
yang lapar, tanpa ampun mereka menghajar si pencuri. Beberapa menit kemudian,
pencuri yang badannya dipenuhi tati itu jatuh tersungkur dan menghembuskan
nafas terakhirnya. Dalam hati saya
berguman, kemakah rasa kemanusian warga, dimanakah rasa belas kasihan mereka,
apakah mereka tidak menyadari bahwa si pencuri tadi juga memiliki hak untuk
hidup sama seperti mereka .
Sekitar 944 orang tewas akibat konflik yang melanda yaman sejak
akhir maret yang lalu (Metro Tv: 24 April 2015)
Kisah pribadi dan sebuah kutipan berita dari Metro Tv di atas adalah contoh dimana kebebasan bagi manusia saat ini sudah
tidak ada artinya lagi. Kebebasan merupakan hak yang dimiliki oleh setiap manusia
di alam semesta ini. Sejatinya sejak manusia dilahirkan, mereka telah memiliki
kebebasan yang tidak dapat diganggu gugat. Kita sebagi manusia wajib
menghormati hak-hak tersebut. Beberapa hak kebebasan yang dimiliki manusia adalah hak kebebasan untuk hidup, kebebasan
menyampaikan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari kemiskinan, dan masih banyak yang
lainnya. Hak- hak kebebasan tersebutlah yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan Hak Asasi Manusia (Rumusan Rooselvet, Presiden Amerika Serikat tahun
1941)
Menurut Prof. Koentjoro Poerbo
Pranoto (1976), hak manusia adalah hak yang bersifat asasi. Artinya,
hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya
yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci.
Sedangkan menurut GJ. Wolhots, ha-hak asasi manusia adalah sejumlah hak yang
melekat dan berakar pada tabiat setiap pribadi manusia yang bersifat
kemanusiaan. Berdasarkan dua pengertian tadi dapat dikatakan bahwa hak asasi
manusia ialah hak-hak pokok nyang bersifat universal. Buktinya adalah bahwa
hak-hak dasar ini dimilikin oleh setiap manusia dan tidak dapat dipisahkan dari
pribadi siapapun dari mana dan kapanpun
manusia berada.[1]
Penegakan Hak
Asasi Manusia merupakan unsur penting untuk mewujudkan sebuah roda kehidupan
yang berkeadaban. Akan tetapi, sungguh disayangkan hak kebebasaan yang lebih
dikenal dengan sebutan Hak asasi manusia itu saat ini sulit untuk ditemukan.
Kini Hak hak asasi manusiai begitu mahal harganya. Perdamaian dunia yang didam
idamkan nampaknya sangat jauh dari harapan.
Sejarah mencatat, untuk
menanggulangi tindak pelanggaran HAM, telah banyak deklarasi internasional
mengenai Hak asasi manusia yang dibuat dan disepakati. Diantara Deklarasi
tersebut ialah Magna Charta (Piagam Agung) 15 Juni 1215, Bill Of Right (Pernyataan
Hak Asasi Manusia ) 1689, The Four Freedom (Empat Kebebasan) 1941, Declaration
Of Human Rights (1948), dan lain sebagainya. Namun, ironisnya praktek dari
pelaksanaan deklarasi HAM tersebut hanyalah pepesan kosong berdaun kusam. Yang
kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, yang kuat menindas yang lemah,
yang lemah menjadi sapi perah bagi yang kuat. Kenyataan seperti inilah yang
sekarang ini sudah tidak aneh lagi terlihat oleh kita.
Jika kita menilik berita di Tv maupun di Koran saat ini, Pembantaian,
kekerasan, penindasan, dan pelecehan merupakan tontonan wajib bagi umat
manusia. Lantas kemanakah fungsi dari beberapa deklarasi Ham yang sudah dibuat
dan disepakati ?. korban pembantaian, korban kekerasan, korban kelaparan makin
hari makin banyak bermunculan. keadalian akan HAM saat ini ibarat setetes air
segar yang sangat dibutuhkan oleh manusia, terutama bagi mereka yang mengalami
penindasan akan hak haknya. Singkatnya terlihat jelas bahwa wabah amnesia HAM
kini sudah mulai melanda manusia di bumi.
Perang Amerika di Afghanistan, pendudukan tentara Israel di
Palestina, Perang Amerika di Irak, revolusi Libya, pembrontakan di Suriah,
serta kelaparan di Somalia merupakan sederet pelanggaran HAM yang sampai detik
ini belum menemukan titik terang akan akhirnya. Aneh tapi nyata, Perserikatan
Bangsa bangsa (PBB) yang notabennya merupakan sebuah wadah pemersatu dan
perdamaian dunia, melalui Dewan Keamanannya (DK) dengan legowo merestui negara
negara adi daya seperti Amerika, Inggris, dan sekutu sekutunya untuk merusak
tatanan deklarasi HAM yang sudah ada. Bagaikan orang tua yang sayang terhadap
anaknya, DK PBB terlihat mendukung gebrakan yang dilakukan Amerika Serikat (AS)
dan sekutunya. Amerika dan sekutunya yang terkenal sebagai negara negara
pengusung Hak Asasi Manusia justru masuk didalam kelompok yang mengingkari
deklarasi HAM. Bisa dikatakan sebenarnya mereka adalah dalang dari semua
kejadian pelanggaran Ham yang terjadi di dunia ini.
HAM dijadikan alat untuk memenuhi kepentingan Amerika
Serikat dan sekutu di dunia. Bak pahlawan mereka selalu disanjung sanjung,
bahkan dijadikan panutan sebagai negara penggagas HAM terbaik. Menjadi terlihat
konyol justru ketika PBB menganugerahkan Amerika Serikat sebagai negara yang
paling berhasil memperaktekan HAM di negaranya. Jutaan orang tergoda oleh
American Dream yang ditawarkan oleh Amerika Serikat. Hidup yang glamour, saling
toleransi, tidak ada diskriminasi ras, serta pengakuan hak asasi manusia
setinggi-tingginya. Jika melihat semua itu, maka sangat sempurna sekali
kehidupan di Amerika dari perspektif kehidupan bertenggang rasa.
Tak hanya menjanjikan kehidupan yang penuh pengakuan HAM,
bagaikan Satpam dunia Amerika juga mulai mengatur penegakan HAM di dunia ini.
predikat satpam dunia yang disandang Amerika, menjadikan mereka dengan mudahnya
mengecap beberapa negara di dunia sebagai pelanggar HAM. Setidaknya terdapat 10
negara teratas yang masuk sebagai pelanggar HAM. seperti dilansir Departemen
Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat kesepuluh negara tersebut adalah Korea
Utara (Korut), Myanmar, Iran, Suria, Zimbabwe, Kuba, Belarusia, Uzbekistan,
Eritrea, dan Sudan.[2]
Akan tetapi, Masih ada kemungkinan akan bertambah lagi menyesuaikan keinginan
hati Amerika Serikat.
Melihat pernyataan Deplu-nya AS itu, banyak pihak menganggap
hal tersebut sebuah hal yang ironis. Ibaratnya gajah dipelupuk mata tak tampak,
semut diujung lautan justru ditampak-tampakan. AS sendiri tidak “merasa” bahwa
seharusnya mereka berada diurutan paling atas di daftar negara-negara pelanggar
HAM. Kita semua yang masih punya mata pasti tahu, jutaan nyawa melayang di
beberapa belahan dunia, akibat arogansi pemerintahan Amerika Serikat. Selain
pada dua perang yang tak berdasar seperti di Irak dan Afghanistan tersebut,
Amerika Serikat juga melakukan pelanggaran HAM di penjara Guantanamo di Teluk
Kuba, di Irak, di Afghanistan atau dimanapun Amerika Serikat punya kamp
tahanan. Dan jangan lupa juga kasus diskriminasi Amerika terhadap kulit hitam
dan orang-orang Islam untuk mendapatkan fasilitas umum.
Buta dan tuli, ya itulah yang terjadi pada PBB. Mereka
seharusnya malu karena telah gagal menciptakan perdamaian di dunia ini. Hak
Asasi Manusia akan terwujud manakala PBB menjalankan perannya sebagaimana
fungsinya. PBB bukanlah milik Amerika seorang, melainkan milik semua bangsa
yang ada di bumi ini. jadi tak pantas lah jika PBB selalu menganak emaskan
Amerika didalam masalah pelanggaran HAM. Didalam membangun perdamaian dunia,
Organ – organ PBB seperti Dewan Keamanan (DK), Majelis Umum, dan Sekertaris
Jenderal seharusnya sama sama memainkan peranan penting mereka.
Setiap negara pelaku pelanggar HAM akan memepertanggung
jawabkan perbuatannya di Mahkamah Internasional. Untuk mengatur hukum HAM,
Komisi HAM PBB memiliki mekanisme tersendiri. Mekanisme tersebut diantaranya
adalah : Melakukan pengkajian(studies), yaitu mengkaji pelanggaran-pelanggaran
HAM yang terjadi baik di suatu Negara maupun secara global, Hasil temuan/kajian
komisi ini dimuat dalam Year Book of Human Right, Kemudian disampaikan pada
Sidang Umum PBB, Setiap warga Negara dan atau Negara anggota PBB berhak mengadu
atau melaporkan tindakan dugaan HAM kepada komisi ini, Mahkamah Internasional
bertugas menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan dari anggota maupun warga
Negara anggota PBB. Jika terbukti bersalah akan pelanggaran HAM, maka Mahkamah
Internasional akan segera memberikan Hukuman atau Sanksi terhadap si pelaku
pelanggar HAM tersebut.[3]
Sudah seharusnya Hukum HAM ditegakan setegas tegasnya dan
tidak melihat siapa negara itu. Amerika Serikat yang sudah jelas melakukan
pelanggaran HAM nampaknya telah layak untuk diberikan sanksi oleh Mahkamah
Internasional. Diperlukan keberanian dari PBB untuk memeberikan sanksi terhadap
Amerika. Kasus Amerika Serikat memberikan kita pelajaran akan pentingnya menghargai
Hak Asasi Manusia. Sudah saatnya kita sadar akan Hak Asasi Manusia, karena
Hidup akan menjadi lebih indah manakala kita mampu menjunjung tinggi nilai
nilai Hak Asasi Manusia di dunia ini.
Daftar Pustaka
Buku:
Effendi, Mansyur. Dimensi dan dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan
Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994.
Budiharjo,
Mirriam. Dasar – Dasar Ilmu Politik (Edisi
Revisi), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Media:
Metro Tv
(24 April 2015)
Situs
online: