Selasa, 30 Juni 2015

HUMAN RIGHT



GEJOLAK AMNESIA HAM
Ahmad Khoerul Mizan*

*penulis adalah alumni Jurusan Sejarah dan kebudayaan Islam UIN Jakarta tahun 2015

Secara kebutulan, ketika saya berada di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, saya dikejutkan oleh suara gemuruh yang berasal dari kerumunan warga. Dengan jelas, saya dapat menyaksikan dimana puluhan warga secara membabi buta menghakimi seorang pencuri  yang berhasil mereka tangkap. Meskipun si pencuri sudah tidak berdaya, bak sekawanan singa yang lapar, tanpa ampun mereka menghajar si pencuri. Beberapa menit kemudian, pencuri yang badannya dipenuhi tati itu jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas terakhirnya.  Dalam hati saya berguman, kemakah rasa kemanusian warga, dimanakah rasa belas kasihan mereka, apakah mereka tidak menyadari bahwa si pencuri tadi juga memiliki hak untuk hidup sama seperti mereka . 

Sekitar 944 orang tewas akibat konflik yang melanda yaman sejak akhir maret yang lalu (Metro Tv: 24 April 2015)

Kisah pribadi dan sebuah kutipan berita dari Metro Tv  di atas adalah contoh  dimana kebebasan bagi manusia saat ini sudah tidak ada artinya lagi. Kebebasan merupakan hak yang dimiliki oleh setiap manusia di alam semesta ini. Sejatinya sejak manusia dilahirkan, mereka telah memiliki kebebasan yang tidak dapat diganggu gugat. Kita sebagi manusia wajib menghormati hak-hak tersebut. Beberapa hak kebebasan yang dimiliki manusia  adalah hak kebebasan untuk hidup, kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan  dari kemiskinan, dan masih banyak yang lainnya. Hak- hak kebebasan tersebutlah yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Hak Asasi Manusia (Rumusan Rooselvet, Presiden Amerika Serikat tahun 1941)

Menurut Prof. Koentjoro Poerbo  Pranoto (1976), hak manusia adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya  yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci. Sedangkan menurut GJ. Wolhots, ha-hak asasi manusia adalah sejumlah hak yang melekat dan berakar pada tabiat setiap pribadi manusia yang bersifat kemanusiaan. Berdasarkan dua pengertian tadi dapat dikatakan bahwa hak asasi manusia ialah hak-hak pokok nyang bersifat universal. Buktinya adalah bahwa hak-hak dasar ini dimilikin oleh setiap manusia dan tidak dapat dipisahkan dari pribadi siapapun  dari mana dan kapanpun manusia berada.[1]

Penegakan Hak Asasi Manusia merupakan unsur penting untuk mewujudkan sebuah roda kehidupan yang berkeadaban. Akan tetapi, sungguh disayangkan hak kebebasaan yang lebih dikenal dengan sebutan Hak asasi manusia itu saat ini sulit untuk ditemukan. Kini Hak hak asasi manusiai begitu mahal harganya. Perdamaian dunia yang didam idamkan nampaknya sangat jauh dari harapan.

Sejarah mencatat, untuk menanggulangi tindak pelanggaran HAM, telah banyak deklarasi internasional mengenai Hak asasi manusia yang dibuat dan disepakati. Diantara Deklarasi tersebut ialah Magna Charta (Piagam Agung) 15 Juni 1215, Bill Of Right (Pernyataan Hak Asasi Manusia ) 1689, The Four Freedom (Empat Kebebasan) 1941, Declaration Of Human Rights (1948), dan lain sebagainya. Namun, ironisnya praktek dari pelaksanaan deklarasi HAM tersebut hanyalah pepesan kosong berdaun kusam. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, yang kuat menindas yang lemah, yang lemah menjadi sapi perah bagi yang kuat. Kenyataan seperti inilah yang sekarang ini sudah tidak aneh lagi terlihat oleh kita.

Jika kita menilik berita di Tv maupun di Koran saat ini, Pembantaian, kekerasan, penindasan, dan pelecehan merupakan tontonan wajib bagi umat manusia. Lantas kemanakah fungsi dari beberapa deklarasi Ham yang sudah dibuat dan disepakati ?. korban pembantaian, korban kekerasan, korban kelaparan makin hari makin banyak bermunculan. keadalian akan HAM saat ini ibarat setetes air segar yang sangat dibutuhkan oleh manusia, terutama bagi mereka yang mengalami penindasan akan hak haknya. Singkatnya terlihat jelas bahwa wabah amnesia HAM kini sudah mulai melanda manusia di bumi.

Perang Amerika di Afghanistan, pendudukan tentara Israel di Palestina, Perang Amerika di Irak, revolusi Libya, pembrontakan di Suriah, serta kelaparan di Somalia merupakan sederet pelanggaran HAM yang sampai detik ini belum menemukan titik terang akan akhirnya. Aneh tapi nyata, Perserikatan Bangsa bangsa (PBB) yang notabennya merupakan sebuah wadah pemersatu dan perdamaian dunia, melalui Dewan Keamanannya (DK) dengan legowo merestui negara negara adi daya seperti Amerika, Inggris, dan sekutu sekutunya untuk merusak tatanan deklarasi HAM yang sudah ada. Bagaikan orang tua yang sayang terhadap anaknya, DK PBB terlihat mendukung gebrakan yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Amerika dan sekutunya yang terkenal sebagai negara negara pengusung Hak Asasi Manusia justru masuk didalam kelompok yang mengingkari deklarasi HAM. Bisa dikatakan sebenarnya mereka adalah dalang dari semua kejadian pelanggaran Ham yang terjadi di dunia ini.

HAM dijadikan alat untuk memenuhi kepentingan Amerika Serikat dan sekutu di dunia. Bak pahlawan mereka selalu disanjung sanjung, bahkan dijadikan panutan sebagai negara penggagas HAM terbaik. Menjadi terlihat konyol justru ketika PBB menganugerahkan Amerika Serikat sebagai negara yang paling berhasil memperaktekan HAM di negaranya. Jutaan orang tergoda oleh American Dream yang ditawarkan oleh Amerika Serikat. Hidup yang glamour, saling toleransi, tidak ada diskriminasi ras, serta pengakuan hak asasi manusia setinggi-tingginya. Jika melihat semua itu, maka sangat sempurna sekali kehidupan di Amerika dari perspektif kehidupan bertenggang rasa.

Tak hanya menjanjikan kehidupan yang penuh pengakuan HAM, bagaikan Satpam dunia Amerika juga mulai mengatur penegakan HAM di dunia ini. predikat satpam dunia yang disandang Amerika, menjadikan mereka dengan mudahnya mengecap beberapa negara di dunia sebagai pelanggar HAM. Setidaknya terdapat 10 negara teratas yang masuk sebagai pelanggar HAM. seperti dilansir Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat kesepuluh negara tersebut adalah Korea Utara (Korut), Myanmar, Iran, Suria, Zimbabwe, Kuba, Belarusia, Uzbekistan, Eritrea, dan Sudan.[2] Akan tetapi, Masih ada kemungkinan akan bertambah lagi menyesuaikan keinginan hati Amerika Serikat.

Melihat pernyataan Deplu-nya AS itu, banyak pihak menganggap hal tersebut sebuah hal yang ironis. Ibaratnya gajah dipelupuk mata tak tampak, semut diujung lautan justru ditampak-tampakan. AS sendiri tidak “merasa” bahwa seharusnya mereka berada diurutan paling atas di daftar negara-negara pelanggar HAM. Kita semua yang masih punya mata pasti tahu, jutaan nyawa melayang di beberapa belahan dunia, akibat arogansi pemerintahan Amerika Serikat. Selain pada dua perang yang tak berdasar seperti di Irak dan Afghanistan tersebut, Amerika Serikat juga melakukan pelanggaran HAM di penjara Guantanamo di Teluk Kuba, di Irak, di Afghanistan atau dimanapun Amerika Serikat punya kamp tahanan. Dan jangan lupa juga kasus diskriminasi Amerika terhadap kulit hitam dan orang-orang Islam untuk mendapatkan fasilitas umum.

Buta dan tuli, ya itulah yang terjadi pada PBB. Mereka seharusnya malu karena telah gagal menciptakan perdamaian di dunia ini. Hak Asasi Manusia akan terwujud manakala PBB menjalankan perannya sebagaimana fungsinya. PBB bukanlah milik Amerika seorang, melainkan milik semua bangsa yang ada di bumi ini. jadi tak pantas lah jika PBB selalu menganak emaskan Amerika didalam masalah pelanggaran HAM. Didalam membangun perdamaian dunia, Organ – organ PBB seperti Dewan Keamanan (DK), Majelis Umum, dan Sekertaris Jenderal seharusnya sama sama memainkan peranan penting mereka. 

Setiap negara pelaku pelanggar HAM akan memepertanggung jawabkan perbuatannya di Mahkamah Internasional. Untuk mengatur hukum HAM, Komisi HAM PBB memiliki mekanisme tersendiri. Mekanisme tersebut diantaranya adalah : Melakukan pengkajian(studies), yaitu mengkaji pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi baik di suatu Negara maupun secara global, Hasil temuan/kajian komisi ini dimuat dalam Year Book of Human Right, Kemudian disampaikan pada Sidang Umum PBB, Setiap warga Negara dan atau Negara anggota PBB berhak mengadu atau melaporkan tindakan dugaan HAM kepada komisi ini, Mahkamah Internasional bertugas menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan dari anggota maupun warga Negara anggota PBB. Jika terbukti bersalah akan pelanggaran HAM, maka Mahkamah Internasional akan segera memberikan Hukuman atau Sanksi terhadap si pelaku pelanggar HAM tersebut.[3]

Sudah seharusnya Hukum HAM ditegakan setegas tegasnya dan tidak melihat siapa negara itu. Amerika Serikat yang sudah jelas melakukan pelanggaran HAM nampaknya telah layak untuk diberikan sanksi oleh Mahkamah Internasional. Diperlukan keberanian dari PBB untuk memeberikan sanksi terhadap Amerika. Kasus Amerika Serikat memberikan kita pelajaran akan pentingnya menghargai Hak Asasi Manusia. Sudah saatnya kita sadar akan Hak Asasi Manusia, karena Hidup akan menjadi lebih indah manakala kita mampu menjunjung tinggi nilai nilai Hak Asasi Manusia di dunia ini. 

Daftar Pustaka
Buku:
Effendi, Mansyur. Dimensi dan dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994.
Budiharjo, Mirriam. Dasar – Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Media:
Metro Tv (24 April 2015)
Situs online:



[1]P rof. Miriam Budiharjo. Dasar – Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi), (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008)., h. 211)
[3] Mansyur Effendi, Dimensi dan dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), h. 45.