AKU DAN ISLAM (SEBUAH CATATAN PERJALANAN SEPEREMPAT ABAD KEHIDUPAN)
Islam merupakan agama terindah di muka
bumi. Keberadaannya bak cakrawala yang memberikan kedamaian bagi manusia. Allah
adalah tuhan dalam islam. Allah maha besar, keagungannya tidak ada yang bisa
menandingi. Dia lah satu satunya tuhan yang wajib kita sembah. Nabi Muhamad Salallahu
Alaihi Wassalam sebagai manusia yang paling mulia. Berkat sang nabi, Islam mampu
tersiar ke seluruh penjuru bumi. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
beliau. Semoga aku termasuk umatnya yang mendapat syafaat di hari kiamat kelak.
Amiin Allahuma Amiin.
Aku seorang pemuda Muslim berusia dua
puluh lima tahun. Seperempat abad perjalanan hidupku tak pernah terpisahkan
dengan Islam. Banyak pelajaran yang aku petik dari orang-orang Islam yang ada
diselilingku. Aku tak pernah membedakan apa itu islam tradisonal, Islam Salafi
Ikhwanul Muslimin, Islam Salafi Hizbut – Tahrir, Islam Liberal ataupun Islam
moderat. Bagiku menjalankan perintah agama dengan penuh keikhlasan kepada Allah
itulah islam. Aku hanya ingin belajar dan terus belajar.
Hubunganku dengan Islam telah terjalin
sedari kecil. Kedua orang tuaku lah yang memperkenalkan Islam kepadaku. Bapak
selalu mengajak aku ke Langgar di samping rumah pak Haji. Di sana kami
sembahyang, menyembah Allah kemudian berdo’a. Aku berdiri dibelakang mengikuti
gerakan orang-orang tua di depan. Selalu saja, sarung yang aku pakaipun melorot
karena kebesaran. Entah kemana sarung itu sekarang. Setelah aku besar dan
memiliki banyak sarung, benda itu tak pernah aku lihatnya lagi.
Aku tumbuh di lingkungan yang begitu
kental akan tradisi. Di tempatku tinggal, Islam dan tradisi begitu indah
berkolaborasi. Hati ini begitu senang saat
bapak pulang membawa nasi berkat sehabis tahlilan di rumah tetangga. emak dan
aku makan bareng nasi berkat itu. Di lain waktu, aku pernah ikut bapak hadir
dalam acara selamatan juga di rumah tetangga. Banyak orang berkumpul di sana,
dipimpin seorang ustad yang berpec i dan bersorban, mereka duduk dengan rapi
melantunkan ayat ayat suci Al qur’an, dzikir , dan berdo’a. sungguh indah suasana seperti ini. Kebersamaan, kekeluargaan, dan
persaudaraan begitu harmoni.
Ketika bulan maulud tiba, aku dan
teman temanku berkeliling kampong sambil pawai obor. Shalawat kepada Nabi
Muhamad SAW bergema diiringi dengan
tabuh rebana. Langgar dan Masjid begitu semarak menyambut hari kelahiran sang
nabi. Tak apalah ceramah pak kiai pun sampai larut malam, karena setelah itu
kami akan makan nasi kebuli. Dari sinilah aku menjadi semakin cinta kepada
nabi, dialah teladan yang wajib kita ikuti.
Madrasah dan Pesantren adalah tempatku
belajar dan terus belajar bercengkrama dengan Islam. Hubunganku dengan Madrasah
dan Pesantren begitu erat hingga aku tamat dari Madrasah Aliyah. Dari tempat
ini, Pak Kiai, Bu Nyai, Pak ustadz dan Bu ustadzah selalu mengajarkan kami
berbagai macam ilmu keislaman. sebut saja ada ilmu Fiqih, Tauhid, Ahlak, Tilawatil
Qur’an, Hadits, dan Tarikhul Islam atau Sejarah Peradaban Islam. Aku pun dapat
mengetahui apa itu Thaharah serta sifat wajib Allah yang 25. aku juga dapat
mengenal siapa Khulafa-ur Rasyidin, Muawiyah bin Abu Sufyan, Umar bin Abdul
Aziz, Lukmanul Hakim, Imam Syafi’I, Wildan Khawarizmi, Imam Bukhari, Imam
Ghazali, Ibnu Sina, Syeikh Nawawi Al Bantani, Salahudin Al-Ayubi, Syeikh Marzuki, Ibnu Athailah dan masih banyak
tokoh lain yang begitu tersohor dalam pelbabagai bidang keilmuan Islam. Indah
sekali hidup ini jikalau dipenuhi dengan khazanah ilmu keislaman
.
Aku, anak pedagang sayur ini kemudian
kuliah di salah satu Universitas Islam terkemuka di Jakarta, sebut saja kampus
itu bernama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Keren, itulah kata yang pertama
kali aku ucap ketika kuliah di kampus ini. banyak dosen berkualitas di tempat
ini. Jika diposisikan menggunakan kategori
ormas, Mahasiswa dan dosen di UIN berasal dari kalangan NU, Muhamadiyah,
Persis, Salafi Ikhwanul Muslimin (PKS), Salafi Hizbut Tahrir hingga Jaringan
Islam Liberal (JIL). Wow, nampaknya aku sungguh beruntung, karena di tempat ini
aku mulai bergaul dengan mereka yang beragam itu.
Sahabat sekelasku ada yang menjadi
jama’ah dari sebuah Majelis Ta’lim pimpinan Habib. Seminggu sekali aku selalu
mengikuti Ta’lim yang dipimpin oleh seorang Habib. Ta’lim ini dikuti oleh
banyak jama’ah yang datang dari segala penjuru JABODETABEK. banyak orang bilang
Habib itu keturunan nabi Muhamad. Dan aku percaya itu. Kenapa aku percaya, ?
pertanyaan ini tak perlu dijawab di sini.
Di majelis ta’lim tersebut, tak
sekalipun aku diajarkan tentang kebencian terhadap sesama manusia hingga
membid’ahkan amalan sebuah golongan. Hanya orang yang berpikiran dangkal yang
mudah membid’ahkan dan mengkafirkan orang. Melalui kitab Nashoihuddinniyah
karangan Al Habib Abdullah bin Alwi Al Hadad, aku malah diajarkan bagaimana
tata cara beragama yang apik, aku diarahkan menjadi muslim yang selalu bisa
menyeimbangkan antara Hablum minallah dan hablum minannas. Dari sini aku benar
benar merasakan bahwa Islam agama Rahmatan
lil Alamin yang menyejukan.
Ketika aku aktif sebagai anggota Forum
Lingkar Pena (FLP) Ciputat, aku berkenalan dengan Bang Dedik Priyanto. Dia
merupakan seorang penulis jempolan. Aku banyak mendapatkan ilmu menulis
darinya. Menjadikan bang Dedik sebagai mentor,kali ini aku belajar Islam dari
orang yang beraliran kekirian. Bukan tata cara ibadah, bukan tata cara membaca
Qur’an, bukan juga menghafal hadits yang
aku pelajari darinya. Peduli terhadap wong cilik, ya, itulah pelajaran yang aku
dapatkan saat berkawan karib dengan bang Dedik. Menurutnya, Petani, buruh hingga
pedagang adalah orang-orang kecil yang harusnya kita perhatikan, jangan sampai
kapitalisme selalu menjadikan mereka masuk dalam lubang kemiskinan yang
menyakitkan.
Dialin sisi, bang Dedik amat mengagumi
Gusdur. ajaran Pluralisme ala Gusdur benar benar melekat pada dirinya. menurut si
abang, ‘’pluralisme yang diusung Gusdur tidaklah mengajarkan bahwa semua agama
itu sama. Pluralisme yang diusung Gusdur adalah pluralisme sosial. Pluralisme
model ini mengajarkan kita tentang kemanusiaan, persaudaraan, cinta kasih dan
tolong menolong. perlu hati yang jauh dari kedengkian agar bisa menafsirkan
pemikiran Gusdur,’’ tambah si abang.
Sementara itu, di negeri ini
(INDONESIA) masih banyak saudara kita yang membutuhkan bantuan dan rasa aman,
meskipun mereka berbeda agama dengan kita. Ketika hidup di Madinah, Nabi
Muhamad SAW selalu memberikan rasa aman dan perlindungan kepada mereka yang
minoritas. Para Khalifah Dinasti Umayah di Syam dan Andalusia, Dinasti
Abbasyiah di Baghdad, serta Dinasti Ottoman di Istanbul pun melakukan hal yang
sama.
Menarik, apa yang aku dapatkan dari
bang dedik merupakan modal berharga untuk mengarungi hidup sebagai mahluk sosial.
Dalam hidup dan berbuat baik tentu kita tak boleh pilah pilih, toh semua
manusia adalah sama, yakni ciptaannya sang Khalik Allah Azza wajjala.
Beralih dari bang Dedik, Sahabat
kuliahku yang lain adalah seorang Muhamadiyah.
Sebut saja namanya Endi Aulia Garadian. Aku begitu dekat dengannya. Endi,
begitu biasa disapa, adalah mahasiswa yang jempolan. Karya-karya ilmiahnya
begitu menarik. Tak heran, jikalau kini dia menjadi peniliti muda di PPIM UIN
Jakarta. semasa kuliah, Sahabatku yang satu ini selalu membantuku dan
teman-teman yang lain dikala mendapat kesusahan dalam hal tugas kuliah. Kecerdikan
Endi dalam menulis Paper ilmiah membuat aku harus belajar banyak darinya.
Ikhlas tatkala membantu, Secuilpun tak
ada pamrih. Jiwa Muhamadiyah yang terkenal amat peduli terhadap kondisi sosial disekelilingnya
begitu kental didalam diri seorang Endi Aulia Garadian. Ketika bersamanya
akupun kerap melihatnya begitu ringan tangan tatkala memberikan uang kepada
pengamen ataupun pengemis. Endi amat pandai membuat orang disekeliingnya
menjadi senang. dalam sejarah, tentu
kita tahu bagaimana perjuangan pendiri Muhamadiyah, K.H. Ahmad Dahlan (Muhamad Darwis). Beliau dengan
gigih berdakwah secara keren melalui jalan sosial. Muhamadiyah adalah
organisasi Islam di Indonesia yang paling banyak mendirikan Lembaga Pendidikan
dan Rumah Sakit. Jiwa ikhlas beramal yang diajarkan organisasi ini patut kita
praktekan sebagai hamba Allah yang mukhlisin.
Lain Muhamadiyah lain pula Syiah. Belakangan
ini banyak orang menyuarakan Syiah adalah bukan islam. Di sana-sini aliran teologi
ini selalu dipojokan. Aku amat setuju jika syiah adalah SESAT, namun aku
tidak setuju jika syiah yang mempunyai banyak aliran ini dikatakan bukan Islam.
Buktinya, pemerintah Arab Saudi selaku perwakilan dari Suni tak pernah melarang
warga Iran yang notabene syiah untuk berhaji
setiap tahunnya. Bukankah hanya orang Islam yang diperbolehkan masuk
tanah Haramain. ? Achmad Syehabudin, salah seorang sahabatku yang meniliti
tentang Syiah menjelaskan, kita harus mempelajari syiah dahulu agar jangan
sampai kita membenci mereka teramat berlebihan.
Syehabudin menambahkan, Iran dengan
ras Persianya adalah Negara dengan penduduk syiah terbesar di dunia. Kalau kita
up to date, Kini, Iran menjelama menjadi sebuah Negara yang maju dan kuat
secara ilmu pengetahuan dan militer. Sedari
dahulu, Ras Persia merupakan sebuah ras yang terkenal maju akan peradaban dan
ilmu pengetahuannya. Semasa Dinasti Abbasyiah berkuasa, banyak khalifah dari
dinasti ini memperkejakan orang-orang Persia untuk menerjemahkan buku-buku
pengetahuan dari bahasa Persia dan Yunani kedalam bahasa Arab. Dari sinilah
kita akan mengenal ilmuan-ilmuan muslim yang terkenal seperti Ibnu Sina, Al
Khawirizmi, Umar Khayam, Ar-Razi, Abu Musa Jabir bin Hayyan, Al Kindi, hingga
Imam Ghazali.
Sementara itu semasa Dinasti Syafawi
berkuasa, Banyak bangunan-bangunan indah nan eksotis bertebaran di bumi Iran.
Akulturasi Islam dengan budaya setempat begitu padu. Di era modern ini, kita
dapat menyaksikan bentuk bangunan Masjid dengan arsitektur yang ciamik
dibelahan bumi manapun. Ini menjadi bukti bahwa Islam yang muncul di Tanah Arab mampu
menyatu dengan budaya baru di tempat
yang baru di manapun Islam berkembang. Jika Romawi mempunyai andil Kubah untuk
Masjid, maka Persia mempunyai menara dan Iwan yang memper-elok Masjid. Oleh
karena itu, kita tak sepatutnya amat berlebihan membenci Syiah. Dengan
mengesampingkan ego, Jika dipelajari lebih dalam ternyata ada nilai positif
yang bisa kita ambil dari mereka. Satu hal terpenting, yang perlu ditingkatkan
adalah keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah dan rasulnya. Itulah benteng
kita terhadap ajaran yang sesat.
Waktu terus berjalan, dan kini aka
adalah seorang tenaga pengajar di salah satu Sekolah Dasar Islam Terpadu di
Jakarta. sebut saja nama sekolah itu adalah SDIT Qatrunnada. Di tempat ini
murid-muridku memanggilku Ustad. Dalam hati aku hanya bisa tersenyum dan
berguman ‘’apa benar orang seperti aku ini pantas disebut Ustad, hehe.’’ya,
Qatrunnada merupakan Sekolah dengan Background Salafi Ikhwanul Muslimin (PKS)
didalamnya. Umumnya semua guru di lembaga pendidikan yang bernaung dibawah PKS
dipanggil dengan sebutan Ustad/Ustadzah. Secara pemikiran mengenai Islam aku
memang berbeda pandangan dengan petinggi dan para guru di sana, tapi ini tak
menjadi masalah, karena tujuanku hanya ingin mengabdi kepada Allah dan rasulnya
serta ingin belajar dan memperluas jaringan sosial.
Satu hal yang saya suka dari
Qatrunnada adalah jiwa semangat yang amat menggebu dari para petinggi Sekolah
untuk menciptkan generasi penerus bangsa yang cinta dan hafal Al-Qur’an. Bukan
hanya itu, mereka ingin ruh Qu’an ini menyatu
dalam setiap sendi praktek kehidupan guru dan siswanya. ini adalah
program yang sangat mulia, di era globalisasi saat ini, anak-anak perlu di
bentengi dengan Qur’an agar tidak terjerumus kedalam pergaulan yang membawanya
tekena penyakit Wahn (cinta Dunia berlebihan dan takut mati).
Namun demikian, belajar Al- Qur’an
saja tidak cukup sebab ilmu Qur’an itu
sangat luas dan perlu digali dan dimbangi dengan ilmu ilmu yang lain. jika tida
akan fatal hukumnya. Kita akan merasa paling benar dan dengan mudah menyalahkan
serta mengkafirkan orang.
Pada akhirnya, aku tak tahu sampai
kapan aku akan bertahan di SDIT Qatrunnada. Satu tahun mengajar, aku memiliki
hutang di sana. Hutang untuk mengamalkan ilmu yang ku punya guna mencerdaskan
anak bangsa. Aku ingin siswa-siswi Qatrunnada mengetahui sejarah kebesaran
bangsanya dan juga sejarah Islam. Jika sudah demikian, maka akan tecipta jiwa
manusia Islami dengan spirit nasionalisme yang bergelora. Semoga Allah Swt
memudahkan segala langkahku dan memberikan keberkahan dalam hidupku. Aamiin.
Condet, Jakarta, 26 Juni 2016 M/22 Ramadhan
1437 H.
Ahmad Khoerul Mizan