Kamis, 30 Juni 2016

TULISAN FAVORIT SAYA

di tulis oleh Mas Rahmat. HM
seorang senior saya di Ciputat

TEMUKAN DIA DAN JANGAN LEPASKAN
oleh Rahmat HM

Tuhan terkadang (mungkin sering) memberikan sebuah persoalan yang tidak kita pahami, kita ingin sekali memahaminya tapi tidak juga paham….

entah, karena persoalannya yang terlalu sulit dipahami atau kitanya yang memang terlalu bodoh untuk bisa memahami….

kemudian kita ingin lari dari persoalan tersebut, tapi seperti bayangan, persoalan itu terus saja mengganggu pikiran kita…

kita pun kemudian marah, menangis, pasrah…
…. dan akhirnya berkata, “Tuhan, tolonglah aku”

dan saat itulah kita baru memahami bahwa setiap persoalan adalah sebuah cambuk, sebuah jalan, sebuah petunjuk agar kita kembali kepada-Nya…

kembali kepada jalan-Nya….

saat dirimu sudah menemukan jalan-Nya, maka jangan sekali-kali belok apalagi berbalik arah…!
jalanlah terus, jalan yang lurus, temukan Dia dan jangan lagi lepaskan..!

Senin, 27 Juni 2016

AKU DAN ISLAM



AKU DAN ISLAM (SEBUAH CATATAN  PERJALANAN SEPEREMPAT ABAD KEHIDUPAN)

Islam merupakan agama terindah di muka bumi. Keberadaannya bak cakrawala yang memberikan kedamaian bagi manusia. Allah adalah tuhan dalam islam. Allah maha besar, keagungannya tidak ada yang bisa menandingi. Dia lah satu satunya tuhan yang wajib kita sembah. Nabi Muhamad Salallahu Alaihi Wassalam sebagai manusia yang paling mulia. Berkat sang nabi, Islam mampu tersiar ke seluruh penjuru bumi. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada beliau. Semoga aku termasuk umatnya yang mendapat syafaat di hari kiamat kelak. Amiin Allahuma Amiin.

Aku seorang pemuda Muslim berusia dua puluh lima tahun. Seperempat abad perjalanan hidupku tak pernah terpisahkan dengan Islam. Banyak pelajaran yang aku petik dari orang-orang Islam yang ada diselilingku. Aku tak pernah membedakan apa itu islam tradisonal, Islam Salafi Ikhwanul Muslimin, Islam Salafi Hizbut – Tahrir, Islam Liberal ataupun Islam moderat. Bagiku menjalankan perintah agama dengan penuh keikhlasan kepada Allah itulah islam. Aku hanya ingin belajar dan terus belajar.
   
Hubunganku dengan Islam telah terjalin sedari kecil. Kedua orang tuaku lah yang memperkenalkan Islam kepadaku. Bapak selalu mengajak aku ke Langgar di samping rumah pak Haji. Di sana kami sembahyang, menyembah Allah kemudian berdo’a. Aku berdiri dibelakang mengikuti gerakan orang-orang tua di depan. Selalu saja, sarung yang aku pakaipun melorot karena kebesaran. Entah kemana sarung itu sekarang. Setelah aku besar dan memiliki banyak sarung, benda itu tak pernah aku lihatnya lagi.

Aku tumbuh di lingkungan yang begitu kental akan tradisi. Di tempatku tinggal, Islam dan tradisi begitu indah berkolaborasi.  Hati ini begitu senang saat bapak pulang membawa nasi berkat sehabis tahlilan di rumah tetangga. emak dan aku makan bareng nasi berkat itu. Di lain waktu, aku pernah ikut bapak hadir dalam acara selamatan juga di rumah tetangga. Banyak orang berkumpul di sana, dipimpin seorang ustad yang berpec i dan bersorban, mereka duduk dengan rapi melantunkan ayat ayat suci Al qur’an, dzikir , dan berdo’a. sungguh  indah suasana seperti  ini. Kebersamaan, kekeluargaan, dan persaudaraan begitu harmoni.

Ketika bulan maulud tiba, aku dan teman temanku berkeliling kampong sambil pawai obor. Shalawat kepada Nabi Muhamad SAW  bergema diiringi dengan tabuh rebana. Langgar dan Masjid begitu semarak menyambut hari kelahiran sang nabi. Tak apalah ceramah pak kiai pun sampai larut malam, karena setelah itu kami akan makan nasi kebuli. Dari sinilah aku menjadi semakin cinta kepada nabi, dialah teladan yang wajib kita ikuti.

Madrasah dan Pesantren adalah tempatku belajar dan terus belajar bercengkrama dengan Islam. Hubunganku dengan Madrasah dan Pesantren begitu erat hingga aku tamat dari Madrasah Aliyah. Dari tempat ini, Pak Kiai, Bu Nyai, Pak ustadz dan Bu ustadzah selalu mengajarkan kami berbagai macam ilmu keislaman. sebut saja ada ilmu Fiqih, Tauhid, Ahlak, Tilawatil Qur’an, Hadits, dan Tarikhul Islam atau Sejarah Peradaban Islam. Aku pun dapat mengetahui apa itu Thaharah serta sifat wajib Allah yang 25. aku juga dapat mengenal siapa Khulafa-ur Rasyidin, Muawiyah bin Abu Sufyan, Umar bin Abdul Aziz, Lukmanul Hakim, Imam Syafi’I, Wildan Khawarizmi, Imam Bukhari, Imam Ghazali, Ibnu Sina, Syeikh Nawawi Al Bantani, Salahudin Al-Ayubi,  Syeikh Marzuki, Ibnu Athailah dan masih banyak tokoh lain yang begitu tersohor dalam pelbabagai bidang keilmuan Islam. Indah sekali hidup ini jikalau dipenuhi dengan khazanah ilmu keislaman
.
Aku, anak pedagang sayur ini kemudian kuliah di salah satu Universitas Islam terkemuka di Jakarta, sebut saja kampus itu bernama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Keren, itulah kata yang pertama kali aku ucap ketika kuliah di kampus ini. banyak dosen berkualitas di tempat ini. Jika diposisikan menggunakan kategori  ormas, Mahasiswa dan dosen di UIN berasal dari kalangan NU, Muhamadiyah, Persis, Salafi Ikhwanul Muslimin (PKS), Salafi Hizbut Tahrir hingga Jaringan Islam Liberal (JIL). Wow, nampaknya aku sungguh beruntung, karena di tempat ini aku mulai bergaul dengan mereka yang beragam itu.

Sahabat sekelasku ada yang menjadi jama’ah dari sebuah Majelis Ta’lim pimpinan Habib. Seminggu sekali aku selalu mengikuti Ta’lim yang dipimpin oleh seorang Habib. Ta’lim ini dikuti oleh banyak jama’ah yang datang dari segala penjuru JABODETABEK. banyak orang bilang Habib itu keturunan nabi Muhamad. Dan aku percaya itu. Kenapa aku percaya, ? pertanyaan ini tak perlu dijawab di sini.

Di majelis ta’lim tersebut, tak sekalipun aku diajarkan tentang kebencian terhadap sesama manusia hingga membid’ahkan amalan sebuah golongan. Hanya orang yang berpikiran dangkal yang mudah membid’ahkan dan mengkafirkan orang. Melalui kitab Nashoihuddinniyah karangan Al Habib Abdullah bin Alwi Al Hadad, aku malah diajarkan bagaimana tata cara beragama yang apik, aku diarahkan menjadi muslim yang selalu bisa menyeimbangkan antara Hablum minallah dan hablum minannas. Dari sini aku benar benar merasakan bahwa  Islam agama Rahmatan lil Alamin yang menyejukan.

Ketika aku aktif sebagai anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat, aku berkenalan dengan Bang Dedik Priyanto. Dia merupakan seorang penulis jempolan. Aku banyak mendapatkan ilmu menulis darinya. Menjadikan bang Dedik sebagai mentor,kali ini aku belajar Islam dari orang yang beraliran kekirian. Bukan tata cara ibadah, bukan tata cara membaca Qur’an, bukan  juga menghafal hadits yang aku pelajari darinya. Peduli terhadap wong cilik, ya, itulah pelajaran yang aku dapatkan saat berkawan karib dengan bang Dedik. Menurutnya, Petani, buruh hingga pedagang adalah orang-orang kecil yang harusnya kita perhatikan, jangan sampai kapitalisme selalu menjadikan mereka masuk dalam lubang kemiskinan yang menyakitkan.

Dialin sisi, bang Dedik amat mengagumi Gusdur. ajaran Pluralisme ala Gusdur benar benar melekat pada dirinya. menurut si abang, ‘’pluralisme yang diusung Gusdur tidaklah mengajarkan bahwa semua agama itu sama. Pluralisme yang diusung Gusdur adalah pluralisme sosial. Pluralisme model ini mengajarkan kita tentang kemanusiaan, persaudaraan, cinta kasih dan tolong menolong. perlu hati yang jauh dari kedengkian agar bisa menafsirkan pemikiran Gusdur,’’ tambah si abang.

Sementara itu, di negeri ini (INDONESIA) masih banyak saudara kita yang membutuhkan bantuan dan rasa aman, meskipun mereka berbeda agama dengan kita. Ketika hidup di Madinah, Nabi Muhamad SAW selalu memberikan rasa aman dan perlindungan kepada mereka yang minoritas. Para Khalifah Dinasti Umayah di Syam dan Andalusia, Dinasti Abbasyiah di Baghdad, serta Dinasti Ottoman di Istanbul pun melakukan hal yang sama.

Menarik, apa yang aku dapatkan dari bang dedik merupakan modal berharga untuk mengarungi hidup sebagai mahluk sosial. Dalam hidup dan berbuat baik tentu kita tak boleh pilah pilih, toh semua manusia adalah sama, yakni ciptaannya sang Khalik Allah Azza wajjala.

Beralih dari bang Dedik, Sahabat kuliahku yang lain adalah seorang Muhamadiyah.  Sebut saja namanya Endi Aulia Garadian. Aku begitu dekat dengannya. Endi, begitu biasa disapa, adalah mahasiswa yang jempolan. Karya-karya ilmiahnya begitu menarik. Tak heran, jikalau kini dia menjadi peniliti muda di PPIM UIN Jakarta. semasa kuliah, Sahabatku yang satu ini selalu membantuku dan teman-teman yang lain dikala mendapat kesusahan dalam hal tugas kuliah. Kecerdikan Endi dalam menulis Paper ilmiah membuat aku harus belajar banyak darinya.

Ikhlas tatkala membantu, Secuilpun tak ada pamrih. Jiwa Muhamadiyah yang terkenal amat peduli terhadap kondisi sosial disekelilingnya begitu kental didalam diri seorang Endi Aulia Garadian. Ketika bersamanya akupun kerap melihatnya begitu ringan tangan tatkala memberikan uang kepada pengamen ataupun pengemis. Endi amat pandai membuat orang disekeliingnya menjadi senang.  dalam sejarah, tentu kita tahu bagaimana perjuangan pendiri Muhamadiyah,  K.H. Ahmad Dahlan (Muhamad Darwis). Beliau dengan gigih berdakwah secara keren melalui jalan sosial. Muhamadiyah adalah organisasi Islam di Indonesia yang paling banyak mendirikan Lembaga Pendidikan dan Rumah Sakit. Jiwa ikhlas beramal yang diajarkan organisasi ini patut kita praktekan sebagai hamba Allah yang mukhlisin.

Lain Muhamadiyah lain pula Syiah. Belakangan ini banyak orang menyuarakan Syiah adalah bukan islam. Di sana-sini aliran teologi ini selalu dipojokan. Aku amat setuju jika syiah adalah SESAT, namun aku tidak setuju jika syiah yang mempunyai banyak aliran ini dikatakan bukan Islam. Buktinya, pemerintah Arab Saudi selaku perwakilan dari Suni tak pernah melarang warga Iran yang notabene syiah untuk berhaji  setiap tahunnya. Bukankah hanya orang Islam yang diperbolehkan masuk tanah Haramain. ? Achmad Syehabudin, salah seorang sahabatku yang meniliti tentang Syiah menjelaskan, kita harus mempelajari syiah dahulu agar jangan sampai kita membenci mereka teramat berlebihan.

Syehabudin menambahkan, Iran dengan ras Persianya adalah Negara dengan penduduk syiah terbesar di dunia. Kalau kita up to date, Kini, Iran menjelama menjadi sebuah Negara yang maju dan kuat secara ilmu  pengetahuan dan militer. Sedari dahulu, Ras Persia merupakan sebuah ras yang terkenal maju akan peradaban dan ilmu pengetahuannya. Semasa Dinasti Abbasyiah berkuasa, banyak khalifah dari dinasti ini memperkejakan orang-orang Persia untuk menerjemahkan buku-buku pengetahuan dari bahasa Persia dan Yunani kedalam bahasa Arab. Dari sinilah kita akan mengenal ilmuan-ilmuan muslim yang terkenal seperti Ibnu Sina, Al Khawirizmi, Umar Khayam, Ar-Razi, Abu Musa Jabir bin Hayyan, Al Kindi, hingga Imam Ghazali.

Sementara itu semasa Dinasti Syafawi berkuasa, Banyak bangunan-bangunan indah nan eksotis bertebaran di bumi Iran. Akulturasi Islam dengan budaya setempat begitu padu. Di era modern ini, kita dapat menyaksikan bentuk bangunan Masjid dengan arsitektur yang ciamik dibelahan bumi manapun. Ini menjadi bukti  bahwa Islam yang muncul di Tanah Arab mampu menyatu dengan budaya baru  di tempat yang baru di manapun Islam berkembang. Jika Romawi mempunyai andil Kubah untuk Masjid, maka Persia mempunyai menara dan Iwan yang memper-elok Masjid. Oleh karena itu, kita tak sepatutnya amat berlebihan membenci Syiah. Dengan mengesampingkan ego, Jika dipelajari lebih dalam ternyata ada nilai positif yang bisa kita ambil dari mereka. Satu hal terpenting, yang perlu ditingkatkan adalah keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah dan rasulnya. Itulah benteng kita terhadap ajaran yang sesat.

Waktu terus berjalan, dan kini aka adalah seorang tenaga pengajar di salah satu Sekolah Dasar Islam Terpadu di Jakarta. sebut saja nama sekolah itu adalah SDIT Qatrunnada. Di tempat ini murid-muridku memanggilku Ustad. Dalam hati aku hanya bisa tersenyum dan berguman ‘’apa benar orang seperti aku ini pantas disebut Ustad, hehe.’’ya, Qatrunnada merupakan Sekolah dengan Background Salafi Ikhwanul Muslimin (PKS) didalamnya. Umumnya semua guru di lembaga pendidikan yang bernaung dibawah PKS dipanggil dengan sebutan Ustad/Ustadzah. Secara pemikiran mengenai Islam aku memang berbeda pandangan dengan petinggi dan para guru di sana, tapi ini tak menjadi masalah, karena tujuanku hanya ingin mengabdi kepada Allah dan rasulnya serta ingin belajar dan memperluas jaringan sosial.

Satu hal yang saya suka dari Qatrunnada adalah jiwa semangat yang amat menggebu dari para petinggi Sekolah untuk menciptkan generasi penerus bangsa yang cinta dan hafal Al-Qur’an. Bukan hanya itu, mereka ingin ruh Qu’an ini menyatu  dalam setiap sendi praktek kehidupan guru dan siswanya. ini adalah program yang sangat mulia, di era globalisasi saat ini, anak-anak perlu di bentengi dengan Qur’an agar tidak terjerumus kedalam pergaulan yang membawanya tekena penyakit Wahn (cinta Dunia berlebihan dan takut mati). 

Namun demikian, belajar Al- Qur’an saja tidak cukup  sebab ilmu Qur’an itu sangat luas dan perlu digali dan dimbangi dengan ilmu ilmu yang lain. jika tida akan fatal hukumnya. Kita akan merasa paling benar dan dengan mudah menyalahkan serta mengkafirkan orang.

Pada akhirnya, aku tak tahu sampai kapan aku akan bertahan di SDIT Qatrunnada. Satu tahun mengajar, aku memiliki hutang di sana. Hutang untuk mengamalkan ilmu yang ku punya guna mencerdaskan anak bangsa. Aku ingin siswa-siswi Qatrunnada mengetahui sejarah kebesaran bangsanya dan juga sejarah Islam. Jika sudah demikian, maka akan tecipta jiwa manusia Islami dengan spirit nasionalisme yang bergelora. Semoga Allah Swt memudahkan segala langkahku dan memberikan keberkahan dalam hidupku. Aamiin.

Condet, Jakarta, 26 Juni 2016 M/22 Ramadhan 1437 H.   
Ahmad Khoerul Mizan